DASAR DASAR HUMUM MUAMALAN DAN AKAD
Oleh : Linda Nur'amalia
Dosen Pengampu: Asep Irfan Rifa'i, M.Pd
PRORAM STUDI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM (STAI)
YAPERI CIBINONG –
BOGOR2017
________________________________________________________________________
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai makhluk sosial, manusia
tidak bisa lepas untuk berhubungan dengan sesamanya untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Kebutuhan manusia sangat beragam, sehingga secara
pribadi tidak mampu untuk memenuhinya, dan harus berhubungan dengan orang lain.
Hubungan antara satu manusia dengan manusia lain dalam memenuhi kebutuhan,
harus terdapat aturan yang menjelaskan hak dan kewajiban keduanya berdasarkan
kesepakatan. Proses untuk membuat kesepakatan dalam memenuhi kebutuhan
keduanya, yaitu dengan proses untuk akad.
Dalam pembahasan fiqh, akad dapat
digunakan bertransaksi sangat beragam, sesuai dengan karakteristik dan
spesifikasi kebutuhan yang ada. Maka dari itu, dalam makalah ini kami akan
mencoba untuk menguraikan mengenai berbagai hal yang terkait dengan akad dalam
pelaksanaan muamalah di dalam kehidupan kita sehari-hari.
B. Rumusan Masalah
- Apa definisi dari muamalah dan akad?
- Apa saja hal yang harus diketahui dalam akad?
- Bagaimana cara menyesuaikan kegiatan muamalah dengan perkembangan zaman menurut para ulama?
C. Tujuan
Adapun
tujuan disusunnya makalah ini antara lain untuk:
- Mengetahui secara rinci apa yang dimaksud dengan muamalah dan akad baik secara umum maupun menurut para ahli;
- Menyelesaikan tugas mata kuliah fiqih muamalah semester ganjil;
- Memiliki wawasan serta
pengetahui hal yang bersangkutan dengan muamalah dan akad.
BAB II PEMBAHASAN
A.
Definisi Hukum Muamalah dan Akad
1.
Definisi
Muamalah
Secara bahasa kata muamalah dapat
diartikan sebagai saling bertindak,
saling berbuat dan saling beramal. Dalam fiqih
muamalah memiliki dua macam pengertian yaitu pengertian fiqih muamalah
dalam arti sempit dan pengertian fiqh muamalahdalam arti luas.
Dalam arti sempit pengertian fiqih muamalah adalah aturan Allah yang
mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam usahanya dengan cara memperoleh, mengatur, mengelola dan
mengembangkan mal (Harta benda). Sedangkan dalam arti luas fiqih
muamalah adalah aturan (hukum) Allah yang ditujukan untuk mengatur kehidupan
manusia dalam urusan duniawi untuk mencapai tujuan akhirat.
2.
Definisi
Akad
Secara
etimologis, kata ‘Akad berarti ikatan dan tali pengikat. Jika dikatakan ‘Aqada
al-habla maka itu menggabungkan antara dua ujung tali lalu mengikatnya,
kemudian makna ini berpindah dari hal yang bersifat Hissi (indra) kepada
ikatan yang tidak tampak antara dua ucapan dari kedua belah pihak yang sedang
berdialog. Dari sinilah kemudian makna akad diterjemahkan secara bahasa sebagai
menghubungkan antara dua perkataan, masuk juga didalamnya janji dan sumpah.
Karena kedua arti demikian mangandug makna yang
sama-sama mengikat.
Menurut terminologis ulama fiqih, akad dapat
diartikan sebagai pertalian
antara Ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan Qabul (pernyataan
penerimaan ikatan) sesuai dengan kehendak syariat yang berpengaruh terhadap
objek perikatan.
B.
Dasar Hukum Muamalah dan Akad
Pada
dasarnya hukum mu'amalah seperti halnya jual beli, ariyah, gadai, dan lain-lain
adalah halal dan dibolehkan sebagaimana asal hukum segala sesuatu yang ada di
bumi itu halal dan dibolehkan kecuali ada dalil yang melarangnya. Ini adalah
pendapat jumhur ulama, madzhab Maliki, madzhab Syafi'i, madzhab Hambali, dan
sebagian besar ulama madzhab Hanafi, bahkan Ibnu Rajab Ra. mengatakan,
"Sebagaian ulama mengatakan ini adalah kesepakatan para ulama".
Berikut
ini merupakan dalil kaidah dalam hal muamalah dan akad:
1. Dalil Umum,
Firman
Allah Swt. Dalam Qs. Al-Baqarah ayat 29:
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي الأَرْضِ
جَمِيعاًٰ
“Dialah
(Allah) yang menciptakan semua apa yang ada di muka bumi ini untuk kalian”.
2. Dalil Khusus,
Firman
Allah Swt. Dalam Qs. Al-Ma’idah ayat 1:ٰيَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَوْفُواْ
بِالْعُقُودِ
“Wahai
orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu”.
Ayat
ini mencakup semua akad perjanjian, baik itu perjanjian manusia kepada
Allah atau sesama makhluknya. Allah memerintahkan agar manusia memenuhi
akad-akad itu semuanya, dan ini menunjukkan bahwa pada dasarnya hukum mu'amalah
adalah boleh dan halal, seandainya akad-akad itu hukumnya haram, pasti Allah
tidak akan memerintahkan manusia untuk memenuhinya. Juga firman Allah
swt. yang lain: وَأَحَلَّ
اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
“Dan
Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (QS. al-Baqarah: 275)
Dalam
ayat tersebut, Allah swt. menghalalkan berbagai macam jual beli karena didalamnya
ada maslahat manusia secara umum dan mengharamkan riba karena terdapat
kezhaliman, dan makan harta orang lain dengan cara batil. Ini menunjukkan bahwa
asal hukum dalam mu'amalah halal dan dibolehkan selagi tidak ada di dalamnya
kezhaliman dan makan harta orang lain dengan cara batil.
C.
Rukun Akad
1. ‘Aqid, adalah orang yang berakad (subjek akad);
2. Ma’qud ‘alaih, adalah benda-benda
yang akan diakadkan (objek akad), Ma’qud ‘Alaih harus
memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut:
a) Obyek transaksi harus ada ketika
akad atau kontrak sedang dilakukan.
b) Obyek transaksi harus berupa mal
mutaqawwim dan dimiliki penuh oleh pemiliknya.
c) Obyek transaksi bisa
diserahterimakan saat terjadinya akad, atau dimungkinkan dikemudian hari.
d) Adanya kejelasan tentang obyek
transaksi.
e) Obyek transaksi harus suci, tidak
terkena najis dan bukan barang najis.
3. Maudhu’ al-‘aqd adalah tujuan atau
maksud mengadakan akad.
4. Shighat al-‘aqd, yaitu Ijab Qabul.
D.
Syarat-Syarat
Akad
1.
Para pihak yang melakukan akad telah
cakap menurut hukum (mukallaf).
Mukallaf berarti telah dapat dibebani hukum, sedangkan Cakap
artinya telah dewasa dan tidak hilang akal.
2.
Memenuhi syarat-syarat objek akad,
yaitu Objek akad telah ada ketika akad dilangsungkan, sesuai syariat, harus
jelas juga dapat dikenali dan dapat diserahterimakan.
3.
Akad tidak dilarang oleh nash
Al-Qur’an dan hadis.
4.
Dilakukan memenuhi syarat-syarat
khusus yang terkait dengan akad.
5.
Harus bermanfaat serta memiliki tujuan
akad yang jelas dan diakui syara’
6.
Pernyataan ijab harus tetap utuh dan sahih sampai terjadinya
qabul.
7.
Ijab dan qabul dinyatakan dalam satu
majelis.
Setiap manusia bebas mengikatkan
diri kedalam suatu akad dan wajib dipenuhi segala akibat hukum yang ditimbulkan
akad itu. Seperti firman Allah dalam surat al-Maidah ayat 1: “…wahai
orang-orang yang beriman penuhilah akad-akad itu”
E.
Ijab Qabul
1.
Definisi
Ijab Qabul
Ijab
Qabul adalah suatu perbuatan atau pernyataan untuk menunjukkan suatu keridhaan
dalam berakad diantara dua orang atau lebih, sehingga terhindar atau keluar
dari suatu ikatan yang tidak berdasarkan syara’. Oleh karena itu, dalam Islam
tidak semua bentuk kesepakatan atau perjanjian dapat dikategorikan sebagai
Akad, terutama kesepakatan yang tidak didasarkan pada keridhaan dan syari’at
Islam.
Contoh
Ijabyang merupakan pernyataan seorang penjual, “saya telah
menjual/menyerahkan barang ini kepada saudara”. Kemudian contoh Qabul, “Saya
beli/terima barangmu”. Jadi, Ijab adalah pernyataan dari orang yang
menyerahkan barang sementara Qabul adalah pernyataan dari penerima
barang.
2. Syarat Ijab Qabul
a.
Adanya kejelasan maksud
antara kedua belah pihak.
b.
Adanya kesesuaian antara
Ijab dan Qabul
c.
Adanya satu majlis akad
dan adanya kesepakatan antara kedua belah pihak, tidak menunjukan penolakan dan
pembatalan dari keduanya.
d.
Menggambarkan
kesungguhan kemauan dari pihak-pihak yang bersangkutan, tidak terpaksa, dan
tidak karena di ancam atau ditakut-takuti oleh orang lain karena dalam tijarah
(jual beli) harus saling merelakan.
3.
Pembatalan Ijab Qabul
Ijab Qabul akan dinyatakan batal apabila:
a.
penjual
menarik kembali ucapannya sebelum terdapat qobul dari si pembeli.
b.
Adanya
penolakan ijab dari si pembeli.
c.
Berakhirnya majlis
akad. Jika kedua pihak belum ada kesepakatan, namun keduanya telah pisah dari
majlis akad. Ijab
dan qobul dianggap batal.
d.
Kedua pihak atau
salah satu, hilang ahliyah -nya sebelum terjadi kesepakatan
e.
Rusaknya objek
transaksi sebelum terjadinya qobul atau kesepakatan.
4.
Metode
(Uslub) shighat Ijab dan Qabul
Uslub
shighat dalam akad dapat diungkapkan dengan beberapa cara yaitu:
a. Akad dengan Lafadz
(Ucapan), yaitu shighat akad yang paling banyak digunakan orang karena paling
mudah dan cepat dipahami.
b. Akad dengan perbuatan,
Misalnya penjual memberikan barang dan pembeli memberikan uang. Hal ini sangat
umum dizaman sekarang.
c. Akad dengan isyarat, Metode
ini hanya diperuntukkan bagi mereka yang tidak dapat berbicara.
d. Akad dengan tulisan, orang
yang mampu ataupun tidak mampu berbicara diperbolehkan menggunakan metode ini
dengan syarat tulisan harus jelas, tampak, dan dapat dipahami. Selain itu
metode ini hanya digunakan apabila kedua pihak yang berakad tidak dapat hadir.
F.
Dampak Akad
1. Dampak khusus
Dampak
khusus adalah adalah hukum akad, yakni dampak asli dalam pelaksanaa suatu akad
atau maksud utama dilaksanakannya suatu akad, seperti pemindahan kepemilikan
dalam jual-beli, hibah, waqaf, upah, dan lain-lain.
2. Dampak umum
Segala
sesuatu yang mengiringi setiap atau sebagian besar akad, baik dari segi hukum
maupun hasil.
G.
Pembagian Akad
Diantara bagian akad yang terpenting adalah
sebagai berikut:
1. Berdasarkan ketentuan syara’
a. Akad shahih, yaitu akad yang telah memenuhi
rukun-rukun dan syarat-syaratnya. Hukum dari akad shahih ini adalah berlakunya
seluruh akibat hukum yang ditimbulkan akad itu dan mengikat pada pihak yang
berakad.
b.
Akadyang tidak shahih
adalah akad yang terdapat kekurangan pada rukun atau syarat-syaratnya, sehingga
seluruh akibat hukum akad itu tidak berlaku dan tidak mengikat pihak-pihak yang
berakad.
2. Berdasarkan penamaannya
a. Akad yang telah dinamai
syara’, seperti jual-beli, hibah, gadai, dan lain-lain.
b. Akad yang belum dinamai
syara’ tetapi disesuaikan dengan perkembangan zaman.
3. Berdasarkan Maksud dan
Tujuan Akad
a. Kepemilikan;
b. Menghilangkan kepemilikan;
c. Kemutlakan; yaitu mewakilkan
secara mutlak kepada wakilnya;
d. Perikatan, yaitu larangan
kepada seseorang untuk beraktivitas;
e. Penjagaan.
4. Berdasarkan Zatnya
Benda
yang berwujud (Al-‘Ain) dan benda tak berwujud (Ghair al’Ain).
H.
Kedudukan, Fungsi, Ketentuan dan Pengaruh Aib dalam
Akad
1.
Kedudukan
dan fungsi akad adalah sebagai alat paling utama dalam sah atau tidaknya
muamalah dan menjadi tujuan akhir dari muamalah.
2.
Akad
yang menyalahi syariat seperti agar kafir atau akan berzina tidak harus ditepati,
Tidak sah akad yang disertai dengan syarat.
3.
Akad
yang dapat dipengaruhi Aib adalah akad akad-akad yang mengandung unsur
pertukaran seperti jual beli atau sewa.
4. Cacat
yang karenanya barang dagangan bisa dikembalikan adalah cacat yang bisa
mengurangi harga/nilai barang dagangan, dan cacat harus ada sebelum jual beli
menurut kesepakatan ulama.
5. Akad
yang tidak dimaksudkan untuk pertukaran seperti hibah tanpa imbalan, dan
sedekah, tak ada sedikitpun pengaruh aib di dalamnya.
6.
Akad
tidak akan rusak/batal sebab mati atau gilanya aqid kecuali dalam aqad
pernikahan.
7.
Dalam
hal pernikahan Jika ada cacat dalam mahar maka boleh dikembalikan dan akadnya
tetap sah dengan konsekuensi harus diganti.
I.
Pendapat Ulama dengan Dalil yang mengharamkan
Pendapat ulama mengenai “bai’ataini
fi bai’atin” diuraikan sebagai berikut:
1. Menurut kalangan
ulama Hanafiyah, masyhur di kalangan ulama Malikiyah, satu dari ulama
Syafi‟iyah, dari kalangan Hanbali, dan banyak dari para ulama pada umumnya, makna
dari “bai’ataini fi bai’atin” adalah seorang penjual menjual dagangannya
dengan harga yang bervariatif dalam satu akad jual beli, seperti masalah
kredit.
2. Kalangan ulama
Hanafiyah, Hanbali, dan satu dari kalangan ulama Syafi‟i. menginterpretasi
bahwa bai’ataini fi bai’atin” adalah mempersyaratkan suatu akad dengan
akad lainnya sehingga memunculkan harga yang tidak jelas dan ketergantungan
dengan syarat yang akan ditetapkan.
3.
Menjual
sesuatu yang belum dimiliki. Pendapat tersebut termashur dikalangan sebagian
ulama Maliki. Larangan jual beli seperti ini sangat jelas ditegaskan dalam
hadis nabi Muhammad saw., yaitu :
بيعمانيسعىدك
حديثعبداللهبهعمرو : وهىانىبيصهىاللهعهيهوسهمعهبيعتيهفيبيعتوعه
“Hadis Abdullah bin Amru: Rasulullah saw.,
melarang dua jual beli dalam satu akad jual beli dan melarang jual beli yang
belum dimiliki”.
Dalam
Interpretasi yang terdapat pada ibnu Taimiyah dan ibnu al-Jauziyah yang disebut
dengan jual beli ‘inah, menyatakan bahwa makna dari “bai’ataini fi bai’atin”
adalah seseorang menjual suatu barang dengan harga tertentu secara
angsuran/kredit lalu ia kembali membelinya dari pembeli dengan harga yang lebih
sedikit secara kontan
J.
Kedudukan Akad Tijarah dan Akad Tabarru
1.
lafaz
“bai’ataini fi bai’atin” merupakan lafaz bersifat umum, keumuman ini
menimbulkan multi interpretasi dari kalangan ulama.
2.
Hadis
atas larangan “bai’ataini fi bai’atin” bersifat multi tafsir, dimana
para ulama tidak memiliki satu pemahaman melainkan lebih dari interpretasi yang
berbeda.
3.
Objek
kajian hadis tersebut ditafsirkan dengan sudut pandang yang berbeda dari
kalangan ulama fikih, sebagian cenderung menafsirkan dari “akadnya”, sebagian
lainnya cenderung mengarah kepada “syarat” yang ditetapkan.
K.
Akhir Akad
1. Berakhirnya masa berlaku akad itu, apabila mempunyai
tenggang waktu.
2. Dibatalkan oleh pihak yang berakad, apabila akad itu
sifatnya tidak mengikat.
3. Dalam akad yang bersifat mengikat, suatu akad dapat
dianggap berakhir jika:
a)
Jual beli itu fasad,
seperti terdapat unsur-unsur tipuan salah satu rukun atau syaratnya tidak
terpenuhi.
b)
Berlakunya khiyar
syarat, aib, atau rukyat.
c)
Akad itu tidak
dilaksanakan oleh salah satu pihak.
d)
Tercapainya tujuan akad
itu sampai sempurna.
e)
Salah satu pihak yang
berakad meninggal dunia.
L.
Hikmah Akad
Diadakannya
akad dalam muamalah antar sesama manusia tentu mempunyai hikmah, antara lain:
1. Adanya ikatan yang kuat antara dua orang atau lebih di
dalam bertransaksi atau memiliki sesuatu.
2. Tidak dapat sembarangan dalam membatalkan suatu ikatan
perjanjian, karena telah diatur secara syar’i.
3. Akad merupakan ”payung hukum” di dalam kepemilikan
sesuatu, sehingga pihak lain tidak dapat menggugat atau memilikinya.
M.
Pendapat
Mengenai ‘Akad dalam Muamalah
1.
Pendapat Ulama’ tentang Jenis Akad
Transaksi
Akad transaksi pada era masa kini
tentunya mengalami perubahan karena harus menyesuaikan diri dengan kebutuhan
masyarakat sekarang. Konsekuensinya, tak jarang beberapa jenis transaksi
hukumnya dipertanyakan lagi, apakah jenis transaksi ini sesuai dengan syari’at
atau tidak. Karena pada dasarnya, akad memiliki rukun dan syarat yang harus
terpenuhi. Rukun itu antara lain : pernyataan untuk mengikatkan diri (sighah
al-aqd), pihak-pihak yang berakad, dan obyek akad. Namun menurut Ulama’ Madhab
Hanafi, rukun akad itu cukup satu yaitu sighah al-aqd, sedangkan pihak-pihak
yang berakad dan obyek akad masuk pada syarat akad.
2.
Pendapat pemakalah
Kehidupan tentunya tidak hanya diam
dalam satu masa, Begitupun dalam hal yang berkaitan dengan kegiatan muamalah
terutama ‘Akad. Islam mengajarkan kepada pemeluknya agar senantiasa menunaikan
akad-akadnya. Karena Akad merupakan syarat dari segala yang mencakup muamalah
seperti jual beli, utang piutang dan sebagainya. Akad juga merupakan suatu
pernyataan ridha seseorang kepada saudaranya dalam memberi ataupun menerima
sesuatu.
Mungkin dalam era digital sekarang,
selain urusan akad pernikahan, tradisi akad jarang atau bahkan hampir tidak ada
lagi karena maraknya system online yang membuat pelaku muamalah tidak secara
langsung bertegur sapa. Namun, masih banyak cara untuk hal tersebut yang dapat
membolehkan pelaku tetap dapat melakukan kegiatan muamalah, seperti dengan
tulis menulis pesan, media audio, dan lain-lain. Karena Islam tidak mungkin
memberatkan umatnya untuk beraktivitas jika kegiatannya bermanfaat, namun harus
sesuai syara’ dan menyesuaikan dengan perkembangan zaman.
BAB III PENUTUP
A. Simpulan
Dari
beberapa penjelasan yang telah teruai maka dapat ditarik beberapa simpulan
bahwasanya kesepakatan antar kedua pihak berkenaan dengan suatu hal atau
kontrak antara beberapa pihak atas diskursus yang dibenarkan oleh syara’ dan
memiliki implikasi hukum tertentu.terkait dalam implementasinya tentu akad
tidak pernah lepas dari yang namanya rukun maupun syarat yang mesti terpenuhi
agar menjadi sah dan sempurnanya sebuah akad.
Adapun
mengenai jenis-jenis akad, ternyata banyak sekali macam-macam akad yang dilihat
dari berbagai perspektif, baik dari segi ketentuan syari’ahnya, cara
pelaksanaan, zat benda-benda, dan lain-lain. Semua mengandung unsure yang sama
yakni adanya kerelaan dan keridhaan antar kedua belah pihak terkait dengan
pindahnya hak-hak dari satu pihak ke pihak lain yang melakukan kontrak.
Sehingga dengan terbentuknya akad, akan muncul hak dan kewajiban diantara pihak yang bertransaksi. Sehingga tercapailah tujuan kegiatan muamalah dalam kehidupan kita sehari-hari.
Sehingga dengan terbentuknya akad, akan muncul hak dan kewajiban diantara pihak yang bertransaksi. Sehingga tercapailah tujuan kegiatan muamalah dalam kehidupan kita sehari-hari.
B. Rekomendasi pemakalah
Meskipun
kita telah masuk ke era digital, namun bukan berarti kita menyimpang dari
aturan agama. Mungkin cara melaksanakannya disesuaikan dengan situasi dan
keadaan zaman. Dalam melakukan kegiatan muamalah, Akad perlu ditunaikan sebagai
bentuk keridhaan pelaku timbal balik kebutuhan sosial. Meskipun tidak dapat
secara langsung bertegur sapa, setidaknya ada pernyataan dari pelaku bahwa
kedua pihak telah ridha dan sebaik-baiknya kegiatan adalah kegiatan yang
dibenarkan oleh syari’at Islam.
Syafe’i, Rachmat. 2001. Fiqh
Muamalah. Bandung: Pustaka Setia.
Muhammad Azzam, Abdul Aziz. 2010. Fiqih
Muamalat. Jakarta: Azzam.
Rasjid, Sulaiman. 2014. Fiqih
Islam.Bandung: Penerbit Sinar Baru Algensindo Bandung. (Cet. Ke-67)
Maulidar, Agustina.
Oktober 2013,“Pembagian
Akad Dalam Fiqh Muamalah". Jurnal Pembagian
Akad Dalam Fiqh Muamalah (Mu’awadhah, Tijarah, Tabarru’) Prinsip-Prinsip dan
Teori Kontrak Syariah,
http://maulidar14.blogspot.co.id/2016/10/jurnal-pembagian-akad-dalam-fiqh.html,
Diakses pada 24 September 2017
Edwar, Riover. 2012. “Kajian Tentang
Muamalah dan Akad”
http://rioveredwar.blogspot.co.id/2012/05/akad-1.html, Diakses pada 24 Sept. 2017
Pratama,
Rizkia. 2012. “Akad Dalam Muamalah”
http://www.academia.edu/7067375/Akad_dalam_Muamalah, Diakses pada 27 Sept. 2017
Muhammad Ali, Abu Ibrohim. Ekonomi Islam
Aplication, “Kaidah Penting Dalam Muamalah”.